Sertifikat Tanah Elektronik menuai beragam polemik terkait rencana penerapannya untuk menggantikan sertifikat tanah konvensional yang kini digunakan.
Ragam tanggapan terkait penerapannya diungkapkan oleh pakar-pakar hukum menyoal dampak negatif yang bisa saja terjadi di kemudian hari.
Perdebatan utama dalam rencana penerapan sertifikat elektronik ini adalah soal keamanan datanya yang dianggap lebih rentan.
Menanggapi hal ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menegaskan tidak akan terburu-buru mengubah sertifikat konvensional menjadi elektronik.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini baru akan memasuki tahap uji coba di beberapa kota yang telah siap, seperti Jakarta dan Surabaya.
“Telah terbit peraturan menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang sertifikat elektronik sebagai dasar pemberlakuan sertifikat elektronik,” kata Yulia Jaya Nirmawati, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR BPN, Senin (25/1).
Kebijakan ini ditujukan untuk mencegah sengketa tanah dan secara bersamaan menghilangkan praktik mafia tanah.
Namun, masyarakat meragukan keamanan dari dokumen elektronik mengingat dokumen seperti itu mudah dipalsukan.
Tanggapan Ahli Pertahanan Menyoal Sertifikat Tanah Online
Erwin Kallo, pakar hukum pertanahan dari Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia menyatakan bahwa sertifikat tanah elektronik tidak bisa diterapkan di Indonesia.
“Jangankan elektronik, (sertifikati) ibunya Pak Dino Patti Djalal aja bisa dipalsu,” kata Erwin, Sabtu (13/2), dilansir dari kompas.com.
Kemudian ia menambahkan bahwa sertifikat elektronik memiliki dua kelemahan, yakni dari segi teknis dan hukum.
Menurutnya, dari segi teknis sertifikat elektronik rentan terhadap peretasan oleh para peretas atau hacker.
Sedangkan dari segi hukum, ia mempertanyakan posisi sertifikat tersebut sebagai bukti di pengadilan apabila terjadi kasus sengketa.
“Secara undang-undang, bisa enggak pembuktian melalui elektronik? Kan belum. Bagaimana dong kalau ada sengketa tanah terus pakai elektronik?” ungkap Erwin.
Tanggapan Erwin, penerapan kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebenarnya sah-sah saja dilakukan.
Namun dengan ketentuan kebijakan ini diberlakukan sebagai cadangan dari sertifikat fisik yang asli.
Pasalnya, sertifikat fisik merupakan dokumen sah sebagai bukti di pengadilan jika terjadi kasus sengketa tanah.
Perlu diketahui, Kementerian ATR/BPN telah mulai memberlakukan kebijakan sertifikat tanah elektronik mulai tahun 2021.
Melalui pemberlakuan peraturan tersebut, kini pelaksanaan pendaftaran tanah yang sebelumnya dilakukan secara konvensional mulai dapat dilakukan secara elektronik.
Peraturan tersebut berlaku baik untuk pendaftaran tanah pertama kali maupun pemeliharaan data.
***
Semoga artikel ini bermanfaat ya, Sahabat 99!
Simak informasi menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Sedang mencari hunian di Grand Taruma Karawang?
Kunjungi www.99.co/id dan temukan hunian impianmu dari sekarang!