Berita Berita Properti

Realita Pencarian Properti Generasi Muda di Indonesia. Tipe Apa yang Jadi Incaran?

7 menit

Generasi muda kini tengah mendominasi pasar pencarian properti di Indonesia. Namun, seperti apakah tipe properti yang mereka incar? Temukan jawabannya dalam artikel berikut ini!

The purchase of a residence is one of the most significant financial milestones in your life. It provides both monetary prosperity and emotional security.

Demikian perkataan Suze Orman, seorang penasihat keuangan, penulis, serta motivator finansial dari Amerika Serikat.

Kalimat di atas mungkin adalah alasan mengapa generasi muda ngebet beli rumah.

Ini karena bagi mereka, rumah bukan hanya tempat untuk berteduh, tetapi juga tanda kestabilan finansial serta jaminan kehidupan di masa depan.

Bagaimana tidak? Di era modern ini, properti merupakan aset yang sangat menguntungkan berkat nilainya yang terus naik.

Karena itu, bukan hal aneh jika kini banyak anak muda yang berburu hunian di luar sana.

Hal ini terbukti dari data internal pencarian properti milik 99 Group selama Q1-Q3 2022.

Dari jumlah total pencarian, sebanyak 26,3 persen merupakan kelompok berusia 25-34 tahun dan disusul oleh kelompok usia 35-44 tahun sebanyak 24,9 persen.

“Generasi yang sedang mencari rumah adalah generasi produktif (gen Z dan milenial). Jadi, memang di umur 25-40 itu sedang mendominasi,” jelas Real Estate Analyst 99 Group, Marisa Jaya, kepada tim Berita 99.co Indonesia, Jumat (21/10/2022).

Dominasi generasi muda ini muncul akibat perubahan demografis yang terjadi di dunia.

Mereka sudah mulai memiliki kekuatan ekonomi sehingga bisa mempertimbangkan untuk membeli properti.

Selain itu, kebanyakan dari anak muda ini baru saja berkeluarga atau membina rumah tangga.

Karena itulah hunian lantas menjadi kebutuhan krusial untuk kehidupan mereka.

Lalu, tipe properti apakah yang mereka incar sebagai hunian pertama?

Rumah Tapak Menjadi Primadona di Kalangan Muda

Bisa memiliki hunian sendiri pastinya merupakan impian terbesar banyak orang.

Karena itu, ketika berada di usia produktif, mereka akan berusaha menabung sekeras mungkin demi bisa membeli properti.

Tipe properti yang bisa dipilih pun beragam, mulai dari tanah kaveling, rumah tapak, apartemen, dan lainnya.

Namun, bagi generasi muda Indonesia, landed house atau rumah tapak, tampaknya masih menjadi pilihan utama.

Fenomena ini terlihat dari hasil survei terkait hunian pertama yang digarap tim Berita 99.co Indonesia terhadap 100 orang responden.

Survei ini menyasar generasi milenial dengan rentang usia 25-35 tahun dan berlangsung secara online.

Tujuannya adalah untuk menjangkau responden seluas-luasnya sehingga hasil survei dapat menggambarkan preferensi hunian generasi muda di Indonesia secara umum.

domisili responden survei pencarian properti

Perlu diketahui, kebanyakan anak muda yang mengikuti survei ini berdomisili di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.

Sementara jumlah responden dari luar pulau Jawa hanya mencapai angka 6 persen.

tren pencarian properti generasi muda

Lantas, berapa persenkah responden yang sedang mencari rumah pertama?

Berdasarkan data survei, ada 58 persen responden yang menyatakan bahwa mereka berencana untuk membeli properti dalam waktu dekat.

Sisanya, sebanyak 22 persen responden sudah punya hunian sendiri dan 20 persen lainnya masih belum memiliki ketertarikan untuk membeli rumah.

tipe rumah impian generasi milenial

Berdasarkan data yang sama, sebanyak 55 persen responden survei memilih rumah tapak baru sebagai tipe properti yang mereka inginkan.

Pilihan berikutnya diduduki oleh tanah kaveling dengan 19 persen suara dan rumah tapak seken yang mengumpulkan sebanyak 16 persen suara.

Hasil tersebut sedikit berbeda dari data pencarian di portal properti milik 99 Group yang menunjukkan bahwa minat terhadap hunian secondary mendominasi.

Sepanjang Q1-Q3 2022, data pencarian menunjukkan hasil sebagai berikut:

tren pencarian properti portal 99

Meski ada perbedaan pada jenis rumah tapak yang dicari, kedua data di atas menunjukkan bahwa landed house masih menjadi top of mind bagi para pencari properti pertama.

Rentang Harga Rumah Impian

rentang harga rumah impian

Bagaimana jika dilihat dari segi harga?

Menurut hasil survei terkait hunian pertama yang dilakukan tim Berita 99.co Indonesia, sebanyak 44 persen responden mengincar hunian dengan harga Rp251-500 juta.

Kemudian, 23 persen responden mencari properti dengan harga di bawah Rp250 juta dan 19 persen lainnya mencari properti dengan rentang harga Rp501-750 juta.

Hal yang sama terlihat pada data pencarian based on price di portal properti milik 99 Group.

Sebanyak 20,05 persen pengunjung mencari listing dengan harga Rp500 juta-1 miliar.

Nah, harga rumah yang diincar ini tentu berkaitan erat dengan kemampuan bayar alias penghasilan generasi muda.

rentang penghasilan generasi milenial

Jika melihat dari data survei, sekitar 43 persen responden memiliki penghasilan di angka Rp0-5 juta per bulan.

Lalu, di posisi kedua, ada 38 persen responden dengan penghasilan sekitar Rp5-10 juta per bulan.

Melihat rentang penghasilan tersebut, sangatlah wajar jika mereka mencari hunian dengan harga di bawah Rp1 miliar.

Hasil survei ini sejalan dengan realita lapangan yang dilihat oleh Elsa Darsono, seorang developer yang berdomisili di Bandung.

“Pastinya (tipe properti) yang jadi incaran harganya di bawah satu miliar. Kalau yang saya pasarkan yang peminatnya banyak itu di range 400 sampai 600 jutaan,” jelas Elsa kepada tim Berita 99.co Indonesia, Senin (24/10/2022).

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa harga memang merupakan pertimbangan utama anak muda ketika mencari rumah.

Pasalnya, mereka harus menyesuaikan harga rumah dengan penghasilan per bulannya.

“Jadi, memang yang dia cari untuk keperluan unit rumah itu menyesuaikan dengan kemampuan bayar,” jelasnya.

Alasan Anak Muda Pilih Landed House

pencarian properti anak muda

Lantas, apa sih, alasan di balik populernya rumah tapak di bawah Rp1 miliar di kalangan anak muda?

Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa landed house cukup sulit ditemukan, apalagi di lokasi yang strategis dengan harga terjangkau.

Kalaupun ada, tentu persaingan untuk mendapatkannya sangatlah tinggi.

Menanggapi hal ini, Real Estate Analyst 99 Group, Marisa Jaya, mengatakan bahwa kecenderungan anak muda memilih landed house adalah hal yang wajar.

Ini didorong oleh mindset yang tertanam sejak dini bahwa membeli rumah artinya membeli tanah juga.

Pola pikir bahwa membeli rumah artinya membeli tanah memang terdengar kuno.

Namun, pemikiran ini ternyata masih melekat pada generasi milenial yang berusia 25-35 tahun.

Mereka dinilai masih mengikuti pola pikir yang dimiliki oleh orang tuanya sejak dahulu.

“Dari zaman orang tua kita, mindset-nya adalah punya apartemen itu enggak punya tanah, sedangkan, kalau rumah itu kan kita punya tanahnya,” jelas Marisa.

Kepemilikan rumah tapak dibuktikan dengan dokumen berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hal tersebut berbeda dengan apartemen yang bukti kepemilikannya berupa Sertifikat Hak Milik atas Rumah Susun (SHMSRS) dan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG).

Selain itu, masyarakat merasa bahwa mereka bisa lebih leluasa menentukan bentuk bangunan di atasnya jika memiliki tanah.

“Sementara (di) apartemen, mau maku dinding aja terkadang enggak boleh, kan,” jelasnya lebih lanjut.

Lalu, bagi mereka yang berkeluarga, ukuran dan harga properti juga menjadi pertimbangan tambahan.

Mereka menginginkan hunian dengan harga terjangkau, tetapi mampu memenuhi kebutuhan ruang untuk keluarga kecilnya.

Hal ini bisa saja didapatkan di apartemen, tetapi harga unit yang berukuran besar biasanya cukup mahal.

“Sebenarnya, apartemen bisa punya space yang lebih besar. Cuma, mungkin harganya akan tinggi,” ujar Marisa.

Sederhananya, menurut Marisa, apartemen hanya ideal untuk generasi muda yang masih single atau pasangan yang belum memiliki anak.



Kebutuhan akan rumah tapak dengan harga ekonomis inilah yang mendorong generasi muda untuk mencari properti di kawasan suburban.

Menepi ke Kawasan Suburban Jadi Pilihan

lukas bong ketua arebi

Sumber: dokumentasi pribadi

Menurut Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), Lukas Bong, saat ini, kebanyakan masyarakat memang lebih memilih daerah suburban sebagai tempat tinggal.

“Trennya sekarang itu mereka umumnya membeli rumah tapak di pinggiran (kota),” kata Lukas kepada tim Berita 99.co Indonesia, Senin (24/10/2022).

Pasalnya, harga properti di kawasan suburban cenderung lebih terjangkau daripada di tengah kota.

“Karena di tengah kota itu landed house harganya cukup mahal, tidak terjangkau. Kalau di pusat kota pilihannya adalah tinggal di apartemen,” jelas Lukas.

Selain itu, gaya hidup masyarakat pun sudah berubah akibat pandemi Covid-19.

Mereka mulai menjauhi keramaian dan terbiasa work from home sehingga memiliki hunian yang jauh dari pusat kota tidak lagi menjadi masalah.

“Pinggiran kota enggak apa-apa karena mereka jarang ke kantor, bisa bekerja dari rumah. Ini yang orang bilang new normal life,” ujarnya lagi.

Terlebih, pembangunan infrastruktur di kawasan pinggir kota kini sudah makin masif.

Ada banyak pilihan fasilitas transportasi yang bisa digunakan untuk mempermudah mobilitas sehari-hari.

Misalnya saja bus dalam kota, jalan tol, kereta api, dan lain sebagainya.

Jika bersikeras ingin tinggal di pusat kota, hunian seken adalah alternatif pilihan yang patut dipertimbangkan.

Rumah Tapak Seken sebagai Alternatif

renovasi rumah tapak seken

Sumber: instagram.com/danieljiangg

Pembahasan di atas mirip dengan keputusan yang diambil oleh pasangan muda bernama Dewa dan Saras.

Sebelum menikah, Dewa dan Saras memutuskan untuk mempersiapkan rumah impian mereka terlebih dahulu.

Landed house menjadi fokus utama dengan tiga pertimbangan, yakni kebutuhan ruang, investasi, serta lokasi.

“Kita butuh ruang yang cukup besar untuk nanti ketika punya anak bisa extend space-nya, jadi ingin punya flexibility itu bangunan mau direnovasi atau tambah ruangannya,” jelas Dewa kepada tim Berita 99.co Indonesia, Senin (31/10/2022).

Sementara dari segi investasi, Dewa merasa harga rumah sudah pasti akan terus meningkat secara signifikan.

Ini berbeda dengan nilai apartemen yang kenaikannya tidak terlalu besar dari tahun ke tahun.

Selain itu, mereka juga masih meyakini bahwa membeli rumah tapak memang pilihan yang lebih baik.

“Kita kan, dari dulu selalu ditanamkan mindset bahwa rumah itu lebih baik, ya,” pungkasnya.

Karena itulah di tahun 2017, Dewa dan Saras memutuskan untuk membeli rumah seken di kawasan Jakarta Selatan.

Tipe properti ini menjadi pilihan karena lokasinya yang masih dekat dengan pusat kota.

“Kalau rumah baru di tengah Jakarta itu kan, harganya pasti akan jauh lebih mahal, harganya pasti inflated,” kata Dewa.

Namun, pertimbangan utama Dewa membeli rumah seken sebenarnya adalah agar ia dapat membongkarnya.

Ini karena ia berniat membangun hunian yang lebih sesuai dengan keinginan dan kebutuhan.

“Jadi, saya nyarinya rumah seken untuk di-tear down, kita hancurkan semuanya lalu kita bangun ulang. Karena ingin membangunnya sesuai sama kebutuhan,” katanya lagi.

Keinginan ini sebenarnya bisa terwujud dengan membeli tanah kaveling, tetapi mencari lahan kosong di pusat kota Jakarta adalah hal yang sulit karena kawasannya padat penduduk.

Lebih lanjut, Dewa menjelaskan bahwa ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan dari membeli hunian seken.

“Satu, harga lebih murah dari beli baru (di) developer. Kedua, kita sudah tahu kondisi tanahnya dari struktur bangunan yang sudah ada. Lalu, bisa lebih fleksibel melakukan perubahan desain, karena tidak terlalu sayang untuk menghancurkan bangunannya,” jelasnya.

Namun, ia menegaskan bahwa mencari rumah seken yang kondisinya ideal memang cukup sulit.

Sebagai pembeli, kita harus cermat dan memahami apa saja parameter utama dalam penilaiannya.

Bagaimana Ketersediaan Produk di Pasaran?

tren pencarian properti pertama generasi muda

Nah, setelah tadi berbicara mengenai tren, kini saatnya kita melihat seperti apa kondisi rumah tapak di lapangan.

Menurut Ketua Umum AREBI, Lukas Bong, sebenarnya, ada banyak pilihan landed house baru di bawah Rp1 miliar yang bisa anak muda temukan di pasaran.

Pasalnya, pengembang di Indonesia sudah jeli melihat pergeseran tren di masyarakat.

“Sekarang, jarang sekali developer yang bangun rumah di atas Rp2 miliar. Hanya tertentu saja yang memang target market-nya sudah ada mereka. Bahkan, developer baru pun banyak yang main dengan harga di bawah Rp1 miliar,” jelasnya.

Ini sejalan dengan pengamatan Vice President Consumer Loans Group Bank Mandiri, Ayu Pertiwi.

Menurutnya, sejak tahun 2013, pasar properti memang dibanjiri oleh end user, yakni mereka yang sudah pasti akan menggunakan produk tersebut.

Karena itulah setiap tahun akan selalu ada kebutuhan properti di masyarakat, khususnya untuk dihuni.

Hanya saja, daya beli mereka memang rata-rata adalah hunian yang harganya di bawah Rp1 miliar.

“Karena daya beli end user Rp1 miliar ke bawah, tipe kecil dan menengah, developer lantas mengeluarkan produk yang sesuai dengan kondisi mereka,” jelas Ayu kepada tim Berita 99.co Indonesia, Kamis (3/11/2022).

Produk properti tipe kecil dan menengah inilah yang kemudian menjadi fokus utama para pengembang di Indonesia.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Divisi Non Subsidized Mortgage and Personal Lending BTN, Iriska Dewayani.

Menurutnya, kini pengembang seperti Ciputra sudah mulai bermain di rentang harga Rp300 juta hingga Rp1 miliar.

“Ciputra, misalnya, mereka sekarang jualan di bawah satu miliar. Malah ada yang 500, 300. Tapi memang secara lokasi di Maja (Banten),” kata Iriska saat diwawancara oleh tim Berita 99.co Indonesia, Rabu (26/10/2022).

Sementara untuk properti di area strategis seperti Jabodetabek, pengembang membangun hunian berkonsep Transit Oriented Development (TOD).

“Ada LRT ADHI, Perumnas, mereka bikin TOD di bawah Rp1 miliar. Itu ada dan banyak. Jadi, suplai apartemen dan landed memang cukup berlebih,” katanya lebih lanjut.

Namun, selaku developer, Elsa Darsono menegaskan bahwa lokasi properti dengan harga di bawah Rp1 miliar memang kebanyakan berada di kawasan suburban.

“Kalau dianya teliti, rentang harga di bawah satu miliar itu masih bisa ditemukan di kota, tetapi memang ketersediaan barangnya terbatas. Tidak sebanyak kalau lokasinya di pinggir kota,” jelasnya.

Tren Rumah Tapak Diprediksi akan Terus Bertahan

tren pencarian rumah tapak

Melihat data pencarian rumah generasi muda serta ketersediaan produk di pasaran, tampaknya  tren rumah tapak akan terus bertahan di Indonesia.

Pasalnya, mengubah pola pikir landed oriented bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

Hal ini jugalah yang dilihat oleh Real Estate Analyst 99 Group, Marisa Jaya.

“Karena mindset landed oriented itu agak sulit untuk diubah. Jadi, kalaupun proporsi apartemen naik, rumah (tapak) akan tetap mendominasi (pasar properti),” kata Marisa.

Pasalnya, bahkan selama pandemi Covid-19 tren pembelian rumah tapak masih bisa bertahan.

“Ketika pandemi kemarin, semua sektor properti anjlok. Hanya rumah tapak yang masih survive. Apartemen juga parah (anjloknya),” jelasnya lebih lanjut.

Bisa dibilang, landed house adalah tipe properti yang paling resilient dibanding yang lainnya.

***

Semoga ulasan mengenai tren pencarian properti generasi muda di Indonesia ini bermanfaat, ya.

Cek juga beragam artikel menarik lainnya hanya di Google News Berita 99.co Indonesia.

Kamu tertarik untuk tinggal di kawasan Landmark Residence?

Jangan lupa berkunjung ke portal 99.co/id dan Rumah123.com yang selalu #AdaBuatKamu, ya!

Penulis Utama: Hanifah

Editor: Samala Mahadi

Penanggung Jawab: Elmi Rahmatika F. A.

Ketua Pelaksana: Hanifah

Tim penulis:

Artikel ini merupakan rangkaian liputan khusus Tim Berita 99.co Indonesia yang termuat dalam 99 Property Magazine Edisi 06: Lika-Liku Perjalanan Generasi Muda Mencari Hunian Pertama.



Hanifah

Hanifah adalah seorang penulis di 99 Group sejak tahun 2020. Lulusan Jurnalistik UNPAD ini fokus menulis tentang properti, gaya hidup, marketing, hingga teknologi. Di waktu senggang, ia senang menghabiskan waktu untuk kegiatan crafting dan membaca.
Follow Me:

Related Posts