Masyarakat Jawa dikenal penuh perhitungan dalam melakukan berbagai hal, termasuk dalam menentukan arah rumah. Mengapa mereka kebanyakan memiliki rumah menghadap utara dan selatan?
Tahukah kamu kalau rumah-rumah masyarakat Jawa di zaman dahulu selalu menghadap ke utara atau selatan?
Bahkan sampai sekarang, mayoritas rumah orang-orang Jawa juga masih banyak yang menghadap ke dua arah tersebut.
Sangat jarang ditemui rumah orang Jawa yang menghadap ke barat atau timur.
Sebenarnya, apa alasan di balik arah rumah orang Jawa yang selalu menghadap utara atau selatan?
Daripada penasaran, langsung saja simak ulasannya di bawah ini!
Rumah Menghadap Utara & Selatan Milik Orang Jawa
1. Akulturasi Budaya
Dilansir dari kumparan.com, terdapat aturan tidak tertulis yang dibuat oleh leluhur Jawa mengenai arah rumah yang kemudian menjadi karakteristik arsitektur bangunan Jawa.
Karakteristik ini dipengaruhi oleh adanya akulturasi budaya ketika ajaran Hindu-Budha masuk ke Jawa.
Hal itu memengaruhi arsitektur lokal melalui ragam, pola ruang, dan tatanannya sehingga membentuk citra baru masyarakat lokal.
Risqi Cahyani dari Universitas Brawijaya Malang dalam jurnal ilmiahnya menuliskan bahwa dalam budaya Hindu Jawa dikenal empat penjuru mata angin sebagai arah orientasi.
Masing-masing mata angin bernaung sebagai unsur keseimbangan kosmologis budaya Jawa.
“Orientasi rumah masyarakat Jawa umumnya memakai sumbu kosmis utara-selatan, sedangkan timur-barat adalah sumbu kosmis milik bangsawan dan keraton yang harus dibedakan,” tulis Risqi Cahyani dalam jurnalnya.
2. Mitos Arah Utara dan Selatan
Arah utara diyakini bernaung dewa Wisnu sebagai pelindung kerajaan Mataram dan selatan diyakini sebagai tempat tinggal penguasa laut selatan, yakni Nyai Roro Kidul.
Sementara arah timur dipercaya sebagai tempat tinggal dewa Yamadipati, yang dalam cerita pewayangan bertugas untuk mencabut nyawa.
Agung Prihantoro dalam artikelnya yang berjudul Tinjauan Umum Arsitektur Tradisional Jawa dalam dokumen studi arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) mengatakan hal itu menjadi pedoman bagi masyarakat Jawa dalam menentukan arah rumah.
“Sehingga orientasi terhadap sumbu kosmis dari arah barat-timur untuk rakyat Jawa adalah tidak mungkin,” paparnya.
Menurut Agung, arsitektur tradisional Jawa juga merupakan suatu perjalanan sejarah yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Arsitektur tradisional Jawa memandang gedung bukan saja sebagai objek semata, melainkan sebagai interpelasi simbol-simbol dan ritual.
“Unsur rahasia dapat dihayati jika aktivitas ritual dapat diterima dan dimengerti masyarakat, dan arsitektur melambangkan aspek rahasia tersebut,” tulisnya.
3. Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Pemaknaan sebuah bangunan jika dilihat dari kacamata budaya akan disandingkan pada dua sudut pandang, yakni adat istiadat atau budaya dan bentuk bangunannya.
Adat istiadat yang dimaksud mencakup ide, gagasan, norma, nasihat, serta pitutur yang bersifat abstrak yang merupakan sistem sosial masyarakat.
Sementara bentuk yang dimaksud merupakan wujud fisik dari kebudayaan yang bersifat konkret.
Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam konsep budaya Jawa merupakan hasil representasi hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, serta manusia dengan manusia lainnya sebagai makhluk sosial.
“Arah orientasi yang benar dipercaya akan mendatangkan keberuntungan dan kebahagiaan, begitu juga sebaliknya apabila tidak tepat, akan mendatangkan kesialan, kesakitan, dan kesedihan,” tulis Risqi Cahyani.
4. Sudut Pandang Jawa
Dalam khazanah kebudayaan Jawa, dikenal istilah sedulur papat lima pancer, yang merupakan filosofi pembentuk energi manusia.
Dalam kaitannya dengan arsitektur, sedulur papat dapat diartikan sebagai arah mata angin, yakni utara, selatan, timur, dan barat, sedangkan pancer adalah titik rumah itu sendiri.
Oleh sebab itu, Bintang Padu Prakoso dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Konsep Kejawen pada Rumah Tradisional Jawa memaknai bahwa konsep sedulur papat lima pancer merupakan bagaimana posisi rumah merespons keempat arah mata angin untuk menciptakan energi yang berbeda.
Masyarakat Jawa menyebut rumah dengan istilah omah, yang terdiri atas dua kata: Om dan Mah.
Om berarti bapa angkasa yang memiliki sifat laki-laki, sedangkan mah berarti lemah (tanah) yang melambangkan sifat perempuan.
Dari istilah tersebut, omah merupakan representasi bumi dan langit yang merupakan pasangan yang saling melengkapi.
Rumah Jawa juga dikenal dengan istilah ndalem yang berasal dari kata dalem, artinya hakikat diri.
“Maka dalam mengukur dan merancang rumah tidak boleh sekadar menduga-duga atau asal mengukur semata, ada nilai-nilai filosofis yang harus dipahami, dihayati, dan diterapkan pada elemen-elemen desain,” tulis Bintang Padu Prakoso.
5. Sudut Pandang Modern
Dari sudut pandang pengetahuan modern, ternyata arah rumah paling baik, khususnya rumah-rumah di Jawa adalah menghadap utara atau selatan.
Hal itu dikaitkan dengan arah terbit dan tenggelamnya matahari.
Rumah yang menghadap selatan atau utara akan mendapat pencahayaan yang cukup.
Namun jika rumah menghadap ke timur atau barat, maka akan mendapat paparan sinar matahari terlalu banyak.
“Sebaiknya bukaan tidak menghadap langsung ke arah matahari, lebih tepat berada di sisi utara dan selatan sehingga sirkulasi lancar,” tulis Widji Indahing Tyas dalam jurnal ilmiahnya Orientasi Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal.
***
Demikian penjelasan mengenai rumah menghadap utara dan selatan milik orang Jawa.
Simak juga artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Sedang mencari hunian impian di Depok?
Temukan beragam pilihan perumahan seperti di Citralake Sawangan Depok hanya di 99.co/id dan Rumah123.com, karena kami memang #AdaBuatKamu.