Berita Ragam

17 Puisi Kemerdekaan Indonesia yang Menyentuh Hati, Mari Sambut HUT RI ke-79!

6 menit

Ada banyak cara untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia, salah satunya dengan membaca puisi kemerdekaan untuk mengobarkan semangat berbangsa dan bernegara.

Tak hanya itu saja, dari karya-karya puisi kemerdekaan penyair terkenal, kita juga bisa memaknai apa arti kemerdekaan dan bagaimana para pahlawan memperjuangkannya.

Pun tak dapat dipungkiri bahwa ada peran sastra dalam kemerdekaan Indonesia.

Berbicara soal sastrawan, satu nama yang pasti selalu terkenang adalah Chairil Anwar.

Dalam kiprahnya di dunia sastra, Chairil dikenal sebagai pelopor Angkatan ‘45 atau Angkatan Kemerdekaan.

Mereka adalah para sastrawan kesusastraan Indonesia yang berkarya di sekitar masa penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, dan beberapa tahun sesudahnya.

Selain Angkatan ‘45, para penyair Indonesia setelahnya pun juga banyak yang mengangkat tema puisi kemerdekaan.

Berikut ini adalah kumpulan puisi kemerdekaan Indonesia karya penyair terkenal…

Puisi Kemerdekaan Indonesia Karya Penyair Terkenal

1. “Diponegoro” – Chairil Anwar

puisi kemerdekaan chairil anwar

puisi kemerdekaan chairil anwar

Di masa pembangunan ini

tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri

Menyediakan api.

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai.

Maju.

Serbu.

Serang.

terjang

2. “Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini” – Taufik Ismail

Tidak ada pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Karena berhenti atau mundur

Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita

Dalam pengabdian tanpa harga

Akan maukah kita duduk satu meja

Dengan para pembunuh tahun yang lalu

Dalam setiap kalimat yang berakhiran

“Duli Tuanku?”

 

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan

Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh

Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama

Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka

Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan

Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus.

3. “Hari Kemerdekaan” – Sapardi Djoko Damono

Akhirnya tak terlawan olehku

tumpah di mataku, dimata sahabat-sahabatku

ke hati kita semua

bendera-bendera dan bendera-bendera

bendera kebangsaanku

aku menyerah kepada kebanggan lembut

tergenggam satu hal dan kukenal

tanah dimana ku berpijak berderak

awan bertebaran saling memburu

angin meniupkan kehangatan bertanah air

semat getir yang menikam berkali

makin samar

mencapai puncak ke pecahnya bunga api

pecahnya kehidupan kegirangan

menjelang subuh aku sendiri

jauh dari tumpahan keriangan di lembah

memandangi tepian laut

tetapi aku menggenggam yang lebih berharga

dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku

makin bercahaya makin bercahaya

dan fajar mulai kemerahan

4. “Jakarta 17 Agustus Dini Hari” – Sitor Situmorang

puisi kemerdekaan 17 agustus

puisi kemerdekaan 17 agustus

Sederhana dan murni

Impian remaja

Hikmah kehidupan

berNusa

berBangsa

berBahasa

Kewajaran napas

dan degub jantung

Keserasian beralam

dan bertujuan

Lama didambakan

menjadi kenyataan

wajar, bebas

seperti embun

seperti sinar matahari

menerangi bumi

di hari pagi

Kemanusiaan

Indonesia Merdeka

17 Agustus 1945

5. “Museum Perjuangan” – Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya

berdiri kukuh menjaga senapan tua

peluru menggeletak di atas meja

menanti putusan pengunjungnya

Aku tahu sudah, di dalamnya

tersimpan darah dan air mata kekasih

Aku tahu sudah, di bawahnya

terkubur kenangan dan impian

Aku tahu sudah, suatu kali

ibu-ibu direnggut cintanya

dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya

senapan akan kembali berbunyi

meneriakkan semboyan

Merdeka atau Mati

 

Ingatlah, sesudah sebuah perang

selalu pertempuran yang baru

melawan dirimu.

6. “Atas Kemerdekaan” – Sapardi Djoko Damono

kita berkata: jadilah

dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut

di atasnya: langit dan badai tak henti-henti

di tepinya cakrawala

 

terjerat juga akhirnya

kita, kemudian adalah sibuk

mengusut rahasia angka-angka

sebelum Hari yang ketujuh tiba

 

sebelum kita ciptakan pula Firdaus

dari segenap mimpi kita

sementara seekor ular melilit pohon itu:

inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah

7. “Gerilya” – W.S. Rendra

Tubuh biru

tatapan mata biru

lelaki berguling di jalan

 

Angin tergantung

terkecap pahitnya tembakau

bendungan keluh dan bencana

 

Tubuh biru

tatapan mata biru

lelaki berguling dijalan

 

Dengan tujuh lubang pelor

diketuk gerbang langit

dan menyala mentari muda

melepas kesumatnya

 

Gadis berjalan di subuh merah

dengan sayur-mayur di punggung

melihatnya pertama

 

Ia beri jeritan manis

dan duka daun wortel

 

Tubuh biru

tatapan mata biru

lelaki berguling dijalan

 

Orang-orang kampung mengenalnya

anak janda berambut ombak

ditimba air bergantang-gantang

disiram atas tubuhnya

 

Tubuh biru

tatapan mata biru

lelaki berguling dijalan

 

Lewat gardu Belanda dengan berani

berlindung warna malam

sendiri masuk kota

ingin ikut ngubur ibunya

8. “Doa Serdadu Sebelum Berperang” – W.S. Rendra

puisi kemerdekaan ws rendra

puisi kemerdekaan ws rendra

Tuhanku,

WajahMu membayang di kota terbakar



dan firmanMu terguris di atas ribuan

kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa

Tanah sepi kehilangan lelakinya

Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini

tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti

sempurnalah sudah warna dosa

dan mesiu kembali lagi bicara

 

Waktu itu, Tuhanku,

perkenankan aku membunuh

perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku

adalah satu warna

Dosa dan nafasku

adalah satu udara.

 

Tak ada lagi pilihan

kecuali menyadari

-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan

oleh bibirku yang terjajah ?

Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai

mendekap bumi yang mengkhianatiMu

 

Tuhanku

Erat-erat kugenggam senapanku

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku.

9. “Karawang-Bekasi” – Chairil Anwar

puisi kemerdekaan karya chairil anwar

puisi kemerdekaan karya chairil anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi

Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami

Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu

Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa

Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan

Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami

Menjaga Bung Karno

Menjaga Bung Hatta

Menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berilah kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kami

Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

10. “Bunga dan Tembok” – Widji Thukul

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

Kau hendaki tumbuh

Engkau lebih suka membangun

Rumah dan merampas tanah

 

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

Kau kehendaki adanya

Engkau lebih suka membangun

Jalan raya dan pagar besi

 

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang

Dirontokkan di bumi kami sendiri

 

Jika kami bunga

Engkau adalah tembok itu

Tapi di tubuh tembok itu

Telah kami sebar biji-biji

Suatu saat kami akan tumbuh bersama

Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Puisi Kemerdekaan Menyentuh Hati

1. “Saya Indonesia, Saya Pancasila” – Asty Kusumadewi

puisi kemerdekaan menyentuh hati

puisi kemerdekaan menyentuh hati

Merdeka harga mati!

Merdeka harga mati!

Merdeka harga mati!

Seruan panglima kepada anggotanya

Masih ingat bung Tomo dengan semangatnya

I Gusti Ngurah Rai dengan Puputan Margarana

Palagan Ambarawa dengan tumpah darahnya

Bekerjasama untuk tanah air kita Merdeka dari para penjajah durjana

17 Agustus 1945

Proklamasi dibacakan

Riuh tangis haru dikumandangkan

Jatuhnya Jepang dan merdekanya Negara Indonesia

Rumusan Pancasila tersusun secara nyata

Bukti jadi dasar Negara Indonesia

Lambang negara Bhineka Tunggal Ika

Saya Indonesia, Saya Pancasila

2. “Indonesia Sudah Merdeka” – Asty Kusumadewi

Penjajah melawan Indonesia

Peperangan di belahan penjuru Nusantara

Bambu runcing senjata utama

Memperjuangkan Indonesia merdeka

Konon katanya, sepotong roti lebih berharga

Soedirman jadi korbannya

Pengkhianat bangsa tunduk menggadaikan harga dirinya

Bersyukur, Jenderal dilindungi oleh Yang Maha Esa

Indonesia sudah merdeka

Kapten Pattimura dengan pedangnya

Jenderal Soedirman dengan tandunya

Pangeran Diponegoro dengan gerilyanya

Melawan penjajah sebegitu kuatnya

Ucapkan syukur kepada Tuhan kita

Dengan segala upaya

Dengan pertumpahan darahnya

Indonesia, sudah.. Merdeka!!

3. “Mengenang” – Yuliani Megantari

puisi kemerdekaan yang menyentuh hati

puisi kemerdekaan yang menyentuh hati

Muak jadi budak

Mereka maju dengan penuh yakin

Menentang benteng besi bersama

Sembilan obor telah menancap di sudut- sudut bumi

Bumi yang telah basah

Ketika mereka bergegas

Di pintu pagi yang cemas

Aku hanya dapat menanti kabar dari langit dan bumi

Dentang jam berbunyi detik demi detik

Mereka telah pergi

Kembali pada cahaya, yang menjadi air

Mengalir pada muara yang tak pernah berbatas

Kembali pada api, tanah pijakan ibu pertiwi

Terbang ke atas langit tak berlapis yang menyatu bersama udara

Merongga dalam kekekalan

Bumi telah mencatat nama mereka

Pada sebuah puisi yang kurangkai ini

Dan terkenang menjadi dongeng anak negeri

4. “17 Agustus” A. J. Anwar

Orang jahat selalu lebih kukuh dalam niat busuknya

Tak perlu banyak orang untuk merusak sebuah negara

Cukup beberapa koruptor untuk

menyikat ludes uang rakyat

Beberapa pejabat bebal menggagalkan pembangunan

Beberapa politisi memecah belah rakyat

Beberapa provokator licik untuk memicu kerusuhan

Beberapa orang fanatik membenturkan agama

Beberapa tangan terselubung merawat prasangka

Beberapa preman meresahkan masayarakat

Cukup “setitik nila merusakkan susu sebelanga”

Dan bahwa jumlah mereka melimpah, tak pernah cuma seberapa, maka negara hanya punya peluang terbuang

Dan Selamat Hari Kemerdekaan

saudara sebangsa

Selamat Hari Kemerdekaan

Mari berbaris membelanya!

4. “Merdeka dalam Jiwa”

contoh puisi tentang kemerdekaan yang menyentuh hati

Di bawah langit biru cerah bercahaya

Kami berdiri tegap perkasa

Merayakan kemerdekaan segenap bangsa

Dengan hati penuh rasa syukur dan bahagia

 

Darah para pahlawan mengalir deras

Menyiram tanah air tercinta

Kini kita nikmati hasil jerih payah

Dalam kebebasan yang tak ternilai harganya

 

Mari kita jaga persatuan

Dalam keberagaman yang indah

Bangun negeri ini bersama-sama

Agar Indonesia semakin jaya

 

Jangan lupakan sejarah kita

Agar semangat juang tetap berkobar

Generasi muda, penerus bangsa

Bawa Indonesia semakin ke depan

5. “Nyala Merdeka”

Dari bumi pertiwi, semangat membara

Merdeka berkumandang, takkan pernah padam

Pahlawan gugur, darah suci tercurah

Menyuburkan tanah air, merdeka sejati

 

Merah putih berkibar, lambang perjuangan

Cita-cita luhur, menjadi kenyataan

Bersatu dalam perbedaan, itulah kekuatan

Indonesia Raya, tetap jaya

 

Mari kita jaga, amanah para pendahulu

Bangun negeri ini, dengan karya nyata

Kemerdekaan bukan hanya kata-kata

Namun tindakan nyata, untuk masa depan kita

6. “Merdeka”

Merah putih berkibar gagah,

Simbol perjuangan, cita-cita abadi.

Bangsa bersatu, tegak berdiri,

Merdeka! Merdeka! Jiwa takkan mati.

 

Dalam setiap langkah, jejak sejarah terukir,

Pahlawan gugur, namamu abadi.

Kemerdekaan buah dari pengorbanan,

Mari kita jaga, lestarikan selamanya.

 

Indonesia tanah airku,

Kaya budaya, indah panorama.

Bersatu dalam perbedaan,

Meraih cita-cita, masa depan gemilang.

 

Dengan semangat juang yang membara,

Kita bangun negeri, sejahtera dan jaya.

Kemerdekaan milik kita semua,

Mari rawat bersama.

***

Demikian kumpulan puisi kemerdekaan karya penyair terkenal Indonesia.

Simak artikel menarik lainnya di www.99updates.id dan Google News.

Jika sedang mencari hunian, temukan rekomendasi terbaik melalui www.99.co/id.

Menemukan hunian yang pas di hati kini bisa #SegampangItu, lo!

**header: shutterstock



Alya Zulfikar

Berkarier di dunia kepenulisan sejak 2018 sebagai penulis lepas. Kini menjadi penulis di 99 Group dengan fokus seputar gaya hidup, properti, hingga teknologi. Gemar menulis puisi, memanah, dan mendaki gunung.
Follow Me:

Related Posts