Ada banyak cara untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia, salah satunya dengan membaca puisi kemerdekaan untuk mengobarkan semangat berbangsa dan bernegara.
Tak hanya itu saja, dari karya-karya puisi kemerdekaan penyair terkenal, kita juga bisa memaknai apa arti kemerdekaan dan bagaimana para pahlawan memperjuangkannya.
Pun tak dapat dipungkiri bahwa ada peran sastra dalam kemerdekaan Indonesia.
Berbicara soal sastrawan, satu nama yang pasti selalu terkenang adalah Chairil Anwar.
Dalam kiprahnya di dunia sastra, Chairil dikenal sebagai pelopor Angkatan ‘45 atau Angkatan Kemerdekaan.
Mereka adalah para sastrawan kesusastraan Indonesia yang berkarya di sekitar masa penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, dan beberapa tahun sesudahnya.
Selain Angkatan ‘45, para penyair Indonesia setelahnya pun juga banyak yang mengangkat tema puisi kemerdekaan.
Berikut ini adalah kumpulan puisi kemerdekaan Indonesia karya penyair terkenal…
Puisi Kemerdekaan Indonesia Karya Penyair Terkenal
1. “Diponegoro” – Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
terjang
2. “Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini” – Taufik Ismail
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
3. “Hari Kemerdekaan” – Sapardi Djoko Damono
Akhirnya tak terlawan olehku
tumpah di mataku, dimata sahabat-sahabatku
ke hati kita semua
bendera-bendera dan bendera-bendera
bendera kebangsaanku
aku menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam satu hal dan kukenal
tanah dimana ku berpijak berderak
awan bertebaran saling memburu
angin meniupkan kehangatan bertanah air
semat getir yang menikam berkali
makin samar
mencapai puncak ke pecahnya bunga api
pecahnya kehidupan kegirangan
menjelang subuh aku sendiri
jauh dari tumpahan keriangan di lembah
memandangi tepian laut
tetapi aku menggenggam yang lebih berharga
dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya
dan fajar mulai kemerahan
4. “Jakarta 17 Agustus Dini Hari” – Sitor Situmorang
Sederhana dan murni
Impian remaja
Hikmah kehidupan
berNusa
berBangsa
berBahasa
Kewajaran napas
dan degub jantung
Keserasian beralam
dan bertujuan
Lama didambakan
menjadi kenyataan
wajar, bebas
seperti embun
seperti sinar matahari
menerangi bumi
di hari pagi
Kemanusiaan
Indonesia Merdeka
17 Agustus 1945
5. “Museum Perjuangan” – Kuntowijoyo
Susunan batu yang bulat bentuknya
berdiri kukuh menjaga senapan tua
peluru menggeletak di atas meja
menanti putusan pengunjungnya
Aku tahu sudah, di dalamnya
tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
terkubur kenangan dan impian
Aku tahu sudah, suatu kali
ibu-ibu direnggut cintanya
dan tak pernah kembali
Bukalah tutupnya
senapan akan kembali berbunyi
meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati
Ingatlah, sesudah sebuah perang
selalu pertempuran yang baru
melawan dirimu.
6. “Atas Kemerdekaan” – Sapardi Djoko Damono
kita berkata: jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala
terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba
sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu:
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah
7. “Gerilya” – W.S. Rendra
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya
8. “Doa Serdadu Sebelum Berperang” – W.S. Rendra
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku.
9. “Karawang-Bekasi” – Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
10. “Bunga dan Tembok” – Widji Thukul
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Puisi Kemerdekaan Menyentuh Hati
1. “Saya Indonesia, Saya Pancasila” – Asty Kusumadewi
Merdeka harga mati!
Merdeka harga mati!
Merdeka harga mati!
Seruan panglima kepada anggotanya
Masih ingat bung Tomo dengan semangatnya
I Gusti Ngurah Rai dengan Puputan Margarana
Palagan Ambarawa dengan tumpah darahnya
Bekerjasama untuk tanah air kita Merdeka dari para penjajah durjana
17 Agustus 1945
Proklamasi dibacakan
Riuh tangis haru dikumandangkan
Jatuhnya Jepang dan merdekanya Negara Indonesia
Rumusan Pancasila tersusun secara nyata
Bukti jadi dasar Negara Indonesia
Lambang negara Bhineka Tunggal Ika
Saya Indonesia, Saya Pancasila
2. “Indonesia Sudah Merdeka” – Asty Kusumadewi
Penjajah melawan Indonesia
Peperangan di belahan penjuru Nusantara
Bambu runcing senjata utama
Memperjuangkan Indonesia merdeka
Konon katanya, sepotong roti lebih berharga
Soedirman jadi korbannya
Pengkhianat bangsa tunduk menggadaikan harga dirinya
Bersyukur, Jenderal dilindungi oleh Yang Maha Esa
Indonesia sudah merdeka
Kapten Pattimura dengan pedangnya
Jenderal Soedirman dengan tandunya
Pangeran Diponegoro dengan gerilyanya
Melawan penjajah sebegitu kuatnya
Ucapkan syukur kepada Tuhan kita
Dengan segala upaya
Dengan pertumpahan darahnya
Indonesia, sudah.. Merdeka!!
3. “Mengenang” – Yuliani Megantari
Muak jadi budak
Mereka maju dengan penuh yakin
Menentang benteng besi bersama
Sembilan obor telah menancap di sudut- sudut bumi
Bumi yang telah basah
Ketika mereka bergegas
Di pintu pagi yang cemas
Aku hanya dapat menanti kabar dari langit dan bumi
Dentang jam berbunyi detik demi detik
Mereka telah pergi
Kembali pada cahaya, yang menjadi air
Mengalir pada muara yang tak pernah berbatas
Kembali pada api, tanah pijakan ibu pertiwi
Terbang ke atas langit tak berlapis yang menyatu bersama udara
Merongga dalam kekekalan
Bumi telah mencatat nama mereka
Pada sebuah puisi yang kurangkai ini
Dan terkenang menjadi dongeng anak negeri
4. “17 Agustus” A. J. Anwar
Orang jahat selalu lebih kukuh dalam niat busuknya
Tak perlu banyak orang untuk merusak sebuah negara
Cukup beberapa koruptor untuk
menyikat ludes uang rakyat
Beberapa pejabat bebal menggagalkan pembangunan
Beberapa politisi memecah belah rakyat
Beberapa provokator licik untuk memicu kerusuhan
Beberapa orang fanatik membenturkan agama
Beberapa tangan terselubung merawat prasangka
Beberapa preman meresahkan masayarakat
Cukup “setitik nila merusakkan susu sebelanga”
Dan bahwa jumlah mereka melimpah, tak pernah cuma seberapa, maka negara hanya punya peluang terbuang
Dan Selamat Hari Kemerdekaan
saudara sebangsa
Selamat Hari Kemerdekaan
Mari berbaris membelanya!
4. “Merdeka dalam Jiwa”
Di bawah langit biru cerah bercahaya
Kami berdiri tegap perkasa
Merayakan kemerdekaan segenap bangsa
Dengan hati penuh rasa syukur dan bahagia
Darah para pahlawan mengalir deras
Menyiram tanah air tercinta
Kini kita nikmati hasil jerih payah
Dalam kebebasan yang tak ternilai harganya
Mari kita jaga persatuan
Dalam keberagaman yang indah
Bangun negeri ini bersama-sama
Agar Indonesia semakin jaya
Jangan lupakan sejarah kita
Agar semangat juang tetap berkobar
Generasi muda, penerus bangsa
Bawa Indonesia semakin ke depan
5. “Nyala Merdeka”
Dari bumi pertiwi, semangat membara
Merdeka berkumandang, takkan pernah padam
Pahlawan gugur, darah suci tercurah
Menyuburkan tanah air, merdeka sejati
Merah putih berkibar, lambang perjuangan
Cita-cita luhur, menjadi kenyataan
Bersatu dalam perbedaan, itulah kekuatan
Indonesia Raya, tetap jaya
Mari kita jaga, amanah para pendahulu
Bangun negeri ini, dengan karya nyata
Kemerdekaan bukan hanya kata-kata
Namun tindakan nyata, untuk masa depan kita
6. “Merdeka”
Merah putih berkibar gagah,
Simbol perjuangan, cita-cita abadi.
Bangsa bersatu, tegak berdiri,
Merdeka! Merdeka! Jiwa takkan mati.
Dalam setiap langkah, jejak sejarah terukir,
Pahlawan gugur, namamu abadi.
Kemerdekaan buah dari pengorbanan,
Mari kita jaga, lestarikan selamanya.
Indonesia tanah airku,
Kaya budaya, indah panorama.
Bersatu dalam perbedaan,
Meraih cita-cita, masa depan gemilang.
Dengan semangat juang yang membara,
Kita bangun negeri, sejahtera dan jaya.
Kemerdekaan milik kita semua,
Mari rawat bersama.
***
Demikian kumpulan puisi kemerdekaan karya penyair terkenal Indonesia.
Simak artikel menarik lainnya di www.99updates.id dan Google News.
Jika sedang mencari hunian, temukan rekomendasi terbaik melalui www.99.co/id.
Menemukan hunian yang pas di hati kini bisa #SegampangItu, lo!
**header: shutterstock