Mengutip Jeffrey A. Winters, Joko Widodo (Jokowi) disebut sebagai presiden terlemah secara politik sejak Gus Dur. Bahkan, ia juga bukan berasal dari kalangan elite. Lantas, kenapa Jokowi bisa jadi presiden Indonesia?
Saat terpilih pada tahun 2014, berbagai pihak menyebut Jokowi sebagai Obama-nya Indonesia.
Bahkan majalah Time menggambarkan mantan Wali Kota Solo tersebut sebagai “A New Hope”.
Pasalnya, terpilihnya Jokowi sebagai presiden bisa dikatakan merupakan kejutan bagi Indonesia bahkan dunia.
Selain bukan berasal kalangan elite, Jokowi juga bukan petinggi partai, apalagi deretan orang terkaya Indonesia, tetapi dapat mengalahkan Prabowo Subianto yang namanya telah dikenal sejak Era Orde Baru.
Lantas, apa alasan Jokowi bisa menjadi presiden?
Simak ulasannya berikut ini, yang dilansir dari laman pinterpolitik.com.
Alasan Kenapa Jokowi Bisa Jadi Presiden
Memiliki Kemampuan Memainkan Simbol Politik
Kimly Ngoun dalam tulisannya yang berjudul What Southeast Asian Leaders Can Learn from Jokowi mengatakan Jokowi memiliki kemampuan memainkan simbol politik yang sangat mumpuni.
Kemampuan mengonstruksi simbol ini juga disebut menjadi pembeda Jokowi dengan pemimpin di Asia Tenggara lainnya.
Jokowi juga begitu lekat dengan label kesederhanaan, kerja keras, dan tentunya merakyat.
Melihat gestur-gestur yang ada, Jokowi memang begitu piawai memainkan simbol-simbol yang membuat dirinya identik dengan label-label tersebut.
Ia bahkan dinilai sebagai politisi yang mempopulerkan praktik blusukan.
Pada analis politik dari Northwestern University, Jeffrey A. Winters, menyebutkan kalau Jokowi adalah presiden terlemah secara politik sejak era Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Namun faktor kehebatan memainkan simbol mungkin yang menjadi kunci keberhasilan Jokowi terpilih sebagai presiden Indonesia.
Atas keberhasilan tersebut, kandidat-kandidat yang akan berlaga di Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 tampaknya mencoba mengadopsi keberhasilan strategi kesederhanaan Jokowi.
Hal tersebut terlihat dari jargon seperti membela rakyat, bersama rakyat, hingga berkoalisi dengan rakyat dalam baliho atau iklan politik.
Salah satu kandidat yang mungkin terdepan mengadopsi strategi Jokowi adalah Ganjar Pranowo.
Kelompok relawan seperti Ganjarist, Sahabat Ganjar, dan Jokowi Mania (JoMan) juga menyebut Gubernur Jawa Tengah (Jateng) ini sebagai sosok yang paling cocok sebagai the next Jokowi.
Masyarakat Indonesia Tidak Suka Orang Kaya
Roxanne Roberts dalam tulisannya yang berjudul Why does everybody suddenly hate billionaires? Because they’ve made it easy di The Washington Post menjelaskan mengenai simbol kesederhanaan tersebut.
Menurutnya, saat ini “miliarder” telah menjadi terminologi negatif.
Terminologi miliarder atau kemewahan telah berubah makna menjadi ketimpangan pendapatan.
Orang-orang kaya yang memiliki uang miliaran dolar berada di puncak piramida. Jumlah mereka sedikit tapi memiliki pengaruh yang begitu besar.
Kondisi ini timpang dengan masyarakat yang berada di bagian bawah piramida. Kendati jumlahnya jauh lebih banyak, pengaruh yang mereka miliki tidaklah besar.
Tendensi psikologis semacam itu yang membuat politik kesederhanaan dapat begitu berhasil.
Dalam berbagai diskursus, kita kerap mendengar pernyataan bagaimana baiknya apabila politisi menampilkan diri begitu sederhana yang disukai masyarakat.
Politisi-politisi yang menampilkan kemewahan akan mendapat kritik, tidak disukai, hingga dicaci maki.
Entah bagaimana, menurut Roberts kesederhanaan telah bertransformasi menjadi sinyal bahwa sang politisi sama dengan rakyat dan membawa suara rakyat.
***
Itulah penjelasan yang mungkin dapat menjawab pertanyaan kenapa Jokowi bisa jadi presiden Indonesia.
Semoga informasi ini dapat bermanfaat untuk Sahabat 99!
Jangan lupa baca artikel terkini lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Sedang mencari perumahan di Sutera Winona?
Temukan hanya di situs properti 99.co/id dan Rumah123.com.