Hukum

Bolehkah Rumah Harta Gono Gini Disewakan Tanpa Persetujuan Mantan Pasangan? Ini Aturan Hukumnya!

3 menit

Jika rumah yang menjadi bagian dari harta gono gini disewakan tanpa persetujuan mantan pasangan, apakah boleh? Sebelum kamu mengambil keputusan, simak aturan hukumnya dahulu yuk!

Ketika sepasang suami istri memutuskan untuk bercerai, tentu ada harta gono gini atau harta bersama yang harus dibagi.

Biasanya yang menjadi harta gono-gini yaitu tanah, rumah, serta aset lainnya.

Di Indonesia sendiri, segala hal terkait harta gono-gini sudah diatur dengan cukup tegas dan lengkap dalam berbagai pasal hukum.

Mulai dari aturan terkait pembagian, penjualan, hingga proses penyewaan harta gono-gini.

Salah satu contohnya misalnya terkait rumah gono-gini yang menjadi milik bersama, apakah bisa disewakan tanpa persetujuan pasangan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita telaah kembali seperti apa aturan hukumnya.

Berikut ini aturan hukum mengenai rumah harta gono gini yang disewakan tanpa izin mantan pasangan seperti dikutip dari laman hukumonline.com.

Aturan Mengenai Harta Gono Gini

aturan harta gono gini

Seperti yang kita ketahui, suatu hubungan pernikahan yang putus karena adanya perceraian, maka harta bersama perlu dibagi berdasarkan hukum yang berlaku.

Hukum ini terdiri dari hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya. Hal ini pun tercantum dalam Pasal 37 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang isinya:

“Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.”

Pembagian harta ini tentunya harus dibagi sama rata antara suami dengan istri.

Pembagian ini pun wajib meliputi keuntungan dan kerugian dari semua hal yang dilakukan oleh pasangan suami dan istri ketika masih sama-sama terikat dalam sebuah perkawinan.

Bagaimana jika belum ada kesepakatan pembagian? Dengan kata lain, semua harta benda yang dimiliki masih milik bersama.

Kalau masih merupakan harta bersama, maka semuanya harus mendapatkan persetujuan dari mantan pasangan.

Harta Gono-Gini yang Disewakan

bolehkah rumah gono-gini disewakan

Harta gono-gini ini banyak bentuknya, sementara yang kali ini adalah rumah.

Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, rumah yang belum dibagi dua masih akan menjadi harta gono-gini meskipun suami istri sudah bercerai.

Secara aturan, sebetulnya tidak ada ketentuan yang mengharuskan pemberi sewa adalah pemilik barang tersebut.



Namun, pada prinsipnya sewa menyewa adalah perjanjian

Supaya lebih jelas, sebaiknya kita lihat terlebih dahulu penjelasan sewa-menyewa yang ada dalam Pasal 1548 KUHPer berikut ini:

“Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.”

Jika hanya berlandaskan pasal di atas, maka kegiatan sewa-menyewa memang sah sebagaimana pada umumnya.

Meskipun demikian, jika dilihat bahwa statusnya merupakan rumah gono-gini, maka perlu ada persetujuan dari mantan pasangan yang menyewakan rumah.

Dalam hal ini, masing-masing mantan pasangan masih memiliki kuasa akan rumah tersebut.

Ketika rumah harta gono-gini disewakan dan sang mantan pasangan tidak setuju, maka perjanjian sewa akan batal secara hukum.

Pihak mantan pasangan ini memiliki hak untuk menghentikan proses sewa-menyewa, bahkan bisa menggugat bagian miliknya atas rumah yang disewakan tersebut.

Bagaimana Nasib Penyewa Rumah?

nasib penyewa rumah gono-gini

Jika rumah yang menjadi harta gono gini disewakan tanpa izin mantan pasangan, bagaimana nasib sang penyewa?

Kemudian apa yang bisa ia lakukan kepada pihak yang menyewakan?

Sebenarnya hal ini diatur dalam KUHPer. Dijelaskan bahwa sang penyewa bisa saja menuntut pihak yang menyewakan rumah tersebut seperti tercantum dalam Pasal 1557 KUHPer yang isinya:

“Jika sebaliknya penyewa diganggu dalam kenikmatannya karena suatu tuntutan hukum mengenai hak milik atas barang yang bersangkutan, maka ia berhak menuntut pengurangan harga sewa menurut perimbangan, asal gangguan atau rintangan itu telah diberitahukan secara sah kepada pemilik.”

Tuntutan dari pihak penyewa ini bisa berupa apa pun, salah satunya dengan mengurangi uang sewa.

Jumlahnya sendiri tentunya bisa saja disesuaikan berdasarkan apa yang dirasakan oleh kerugian sang penyewa.

Jika akhirnya sang mantan pasangan yang tidak setuju ini malah menggugat pihak penyewa sampai ke pengadilan, maka penyewa ini dapat menuntut dan meminta bantuan kepada pihak yang menyewakan.

Anda sebagai yang menyewakan pun tentunya wajib melindungi sang penyewa dari masalah perdata tersebut.

***

Semoga bermanfaat, Sahabat 99.

Simak informasi menarik lainnya lewat Berita 99.co Indonesia.

Tak lupa, temukan properti impian lewat www.99.co/id dan rumah123.com karena kami selalu AdaBuatKamu!



Elmi Rahmatika

Lulusan Sastra Inggris Universitas Pendidikan Indonesia yang suka menulis seputar gaya hidup dan sastra remeh-temeh. Sejak 2019 bergelut di dunia properti dan penulisan konten SEO di 99 Group. Di waktu senggang senang baca apa saja dan jalan-jalan.
Follow Me:

Related Posts