Berita Berita Properti

Bisnis Properti Anjlok selama Pandemi, Pengembang Minta Keringanan Pajak dan Bunga

2 menit

Pandemi Covid-19 membuat banyak industri kewalahan menjalankan bisnisnya, termasuk sektor properti. Bisnis properti dapat dikatakan terdampak cukup parah akibat pandemi ini.

Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Real Estat Indonesia (REI), Soelaeman Soemawinata, mengatakan bahwa sektor properti sulit bangkit jika tidak ada intervensi dari pemerintah.

Gaya hidup konsumen yang berubah 180 derajat sejak pandemi disebut menjadi faktor penyebab sektor properti babak belur.

Pendapatan Bisnis Properti Anjlok

kondisi bisnis properti

Soelaeman mengatakan penurunan sektor properti dapat dilihat dari kondisi mal dan hotel yang kosong selama pandemi Covid-19.

“Kalau lihat di mal semua kosong, hotel semua kosong, perkantoran semuanya kosong, jadi perkantoran. Mal itu tidak hanya dihantam oleh Covid-19 karena sebelumnya pun dengan berkembangnya teknologi digital itu sudah mulai mentransfer lifestyle, karena teknologi digital ini sudah menyerang sisi-sisi dari ritel ini menjadi lebih terancam itu yang kita lihat dari sisi properti,” ujar Soelaeman dalam seminar virtual dengan LPPI, dikutip dari Bisnis.com, Kamis (28/1/2021).

Tidak hanya itu, bisnis perumahan komersil pun disebutnya terdampak cukup parah.

Berdasarkan data REI, berikut adalah rata-rata penurunan okupansi bisnis properti:

  • Mal turun 85%;
  • Hotel turun 90%;
  • Perkantoran 74,6%; serta
  • Rumah komersil 50%-80%.

Selama ini pengembang properti terselamatkan berkat segmen rumah subsidi yang penjualannya relatif stabil selama pandemi.

Menurut Soelaeman, hanya segelintir pengembang yang bisa bertahan selama pandemi, itu pun dengan kondisi tertentu.

Beberapa pengembang yang bertahan di antaranya adalah pengembang yang reputasinya sudah sangat bagus, memiliki land bank tanah matang, variasi produk beragam, pengembang yang memiliki recurring income, dan pengembang yang berkolaborasi menggunakan sistem KSO.

Penurunan sektor properti juga berimbas pada meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia.



Soelaeman mengatakan tingkat PHK di sektor properti berkisar 5% hingga 30%.

“Pengangguran sudah mulai kelihatan karena pekerja juga sudah mulai tidak bisa bekerja, para broker juga mulai kesulitan, industri di belakangnya juga sudah mulai kesulitan, ini adalah tanda-tanda bagaimana industri ini begitu drastis naik turunnya,” ujarnya.

Pengembang Berharap Pelonggaran Pajak

pengembang minta keringanan pajak

Tantangan pengembang properti saat ini memang sangat banyak, namun dia meyakini pengembang dapat melalui hal tersebut.

Namun, untuk menghadapi tantangan tersebut, Soelaeman mengatakan bahwa pengembang perlu intervensi dari pemerintah berupa restrukturisasi keuangan.

“Kami punya harapan-harapan sebenarnya jadi ini adalah terminologi lain dari restrukturisasi. Di industri properti ini saat ini yang kita butuhkan adalah restrukturisasi di bidang keuangan,” ujarnya.

Restrukturisasi yang dimaksud adalah adanya penangguhan cicilan pokok dan bunga.

Dengan begitu, bunga yang dibayarkan dihitung sebagai cicilan pokok.

Selain itu, dia berharap ada penghapusan bunga dalam jangka waktu tertentu.

“Pelonggaran bidang perpajakan, menghapus pajak dalam jangka waktu tertentu atau penjadwalan kriteria kesehatan perbankan di masa pandemi,” katanya.

Terakhir, pengembang juga meminta pemerintah daerah atau pihak kementerian dapat memberikan insentif berupa kemudahan perizinan.

Melalui beberapa kemudahan tersebut, diharapkan bisnis properti dapat kembali bangkit seperti sebelum pandemi.

***

Semoga artikel ini bermanfaat untuk Sahabat 99 ya!

Jangan lewatkan informasi menarik lainnya di situs Berita Properti 99.co Indonesia.

Kamu sedang mencari rumah di Bandung?

Bisa jadi Btari Summarecon adalah jawabannya!

Cek saja di 99.co/id untuk menemukan apartemen idamanmu!



Theofilus Richard

Penulis konten | Semoga tulisanku berkesan buat kamu

Related Posts