Bagi kamu yang memiliki rencana membuka bisnis atau sebuah usaha di rumah maka ada baiknya memperhatikan aturan yang berlaku. Jangan sampai, bisnis rumahan yang kamu jalani menimbulkan gugatan hukum oleh tetangga.
Sahabat 99, kekinian tak jarang bahwa kita menemukan sebuah rumah yang disulap jadi tempat usaha.
Misalnya saja showroom motor, toko pakaian, bengkel, kedai kopi, hingga rumah makan.
Menjadikan rumah sebagai tempat usaha memang bisa menghemat pengeluaran.
Kamu bisa menghemat biaya sewa karena bisnis tersebut dijalankan di rumah sendiri.
Namun, menjadikan rumah tinggal sebagai tempat usaha bisa menimbulkan polemik, lo.
Hal ini bisa berujung gugatan hukum oleh tetangga jika mereka terasa terganggu oleh kegiatan usaha tersebut.
Lantas, apakah menjadikan rumah sebagai tempat usaha diperbolehkan atau tidak, ya?
Yuk, simak selengkapnya di bawah ini!
Fakta Menjadikan Rumah sebagai Tempat Usaha
Sahabat 99, perlu dipahami bahwa menjadikan rumah sebagai tempat usaha berbeda dengan perizinan rumah toko.
Namun, menjadikan rumah sebagai tempat usaha juga bisa dilihat dari peraturan yang berlaku.
Hal ini termaktub dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dalam UU tersebut, dijelaskan mengenai pemanfaatan rumah yang tertulis pada Pasal 49.
Berikut bunyi Pasal 49 terkait pemanfaatan rumah:
- Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.
- Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.
- Ketentuan mengenai pemanfaatan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
Menurut UU tersebut, yang dimaksud dengan “kegiatan yang tidak mengganggu fungsi hunian” adalah kegiatan yang tidak menimbulkan penurunan kenyamanan hunian dari penciuman, suara, suhu/asap, sampah yang ditimbulkan dan sosial.
Jadi, berdasarkan UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, membuka usaha di rumah masih diperbolehkan.
Hanya saja, hal ini tetap harus memerhatikan syarat dan ketentuan berlaku yang diatur dalam Perda.
Syarat Menjadikan Rumah Sebagai Tempat Usaha
Meskipun hal itu diperbolehkan, akan tetapi bukan berarti kamu melupakan aspek lain.
Hal yang harus diperhatikan adalah kesesuaian dengan izin pemanfaatan ruang.
Ini sebagaimana dimaksud dalam UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung dalam hal ini Izin Mendirikan Bangunan.
Tak hanya itu, ketahui juga terkait dengan zonasi usaha dan rencana tata ruang di kawasan tersebut sebelum memutuskan untuk membuka tempat usaha di kawasan perumahan.
Di DKI Jakarta, hal ini sudah diatur dalam Perda DKI Jakarta No. 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi menetapkan pemanfaatan ruang dengan klasifikasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 598 ayat (1).
Kemudian, aturan terbaru yaitu Pergub Provinsi DKI No.30/2018 tentang Izin Usaha Mikro dan Kecil.
Pada Pasal 1 poin 7 dijelaskan bahwa usaha di rumah yang dibolehkan yakni yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha.
Usaha itu bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung, dan usaha menengah atau usaha besar.
Perlukah Surat Izin Gangguan?
Surat Izin Gangguan atau Hinder Ordonnantie (HO) juga diperlukan bagi kamu yang berencana membuka bisnis rumahan di rumah sendiri.
Sebelum membuka usaha salon, bengkel, atau kedai kopi, dan lain-lain maka ada baiknya mengantongi surat semacam ini.
Surat Izin Gangguan adalah surat keterangan yang menyatakan tidak adanya keberatan, gangguan, kerugian, bahaya, ketidaknyamanan bagi masyarakat sekitar atas suatu kegiatan usaha di suatu tempat.
Jadi, jika kamu sudah mengantongi Surat Izin Gangguan dan tidak menyalahi aturan lainnya maka tidak perlu ragu lagi untuk menjalankan bisnis rumahan tersebut.
Apa Sanksi Jika Melanggar?
Ada sanksi yang menanti jika kamu abai mempehatikan ketentuan yang berlaku.
Hal ini sesuai UU N0. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Berdasarkan Pasal 150 ayat (2), sanksi administratif yang dapat dikenakan berupa:
- peringatan tertulis;
- pembatasan kegiatan pembangunan;
- penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
- penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan;
- penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel);
- kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu;
- pembatasan kegiatan usaha;
- pembekuan izin mendirikan bangunan;
- pencabutan izin mendirikan bangunan;
- pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan rumah;
- perintah pembongkaran bangunan rumah;
- pembekuan izin usaha;
- pencabutan izin usaha;
- pengawasan;
- pembatalan izin;
- kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu;
- pencabutan insentif;
- pengenaan denda administratif; dan/atau
- penutupan lokasi.
Nah, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif tersebut diatur dengan peraturan tiap-tiap daerah.
***
Semoga artikel di atas bermanfaat, Sahabat 99.
Ikuti terus tulisan menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Jangan lupa, cek rumah incaranmu dari sekarang hanya di www.99.co/id!