Berita Ragam

Ngeri, Ini Pengakuan Algojo Pelaku Pembantaian PKI di Sikka. Tidak Menyesal Meski Bantai Keluarga Sendiri!

2 menit

Kabupaten Sikka di Nusa Tenggara Timur ternyata menyimpan cerita kelam terkait pembantaian PKI pada tahun 1965. Tragedi berdarah tersebut berlangsung selama empat bulan dan melibatkan sepuluh orang eksekutor. Berikut cerita selengkapnya!

Tragedi 1965 berawal dari penculikan serta pembunuhan tujuh Perwira Tinggi TNI AD.

Menurut catatan sejarah, dalang di balik peristiwa ini adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Karena itulah kejadian tersebut terkenal dengan nama Gerakan 30 September atau G30S PKI.

Setelah itu, operasi pembersihan oknum komunis pun dimulai dengan komando langsung dari Letjen Soeharto.

Pembantaian PKI terjadi tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga daerah lain seperti Nusa Tenggara Timur (NTT).

Yuk, simak kisah lengkapnya dalam artikel berikut ini!

Pengakuan Algojo Pelaku Pembantaian PKI di Sikka

tragedi pembantaian pki di sikka ntt

Sumber: pinterpolitik.com

Di Kabupaten Sikka, NTT operasi pembersihan komunis melibatkan sepuluh orang algojo.

Salah satunya adalah pria bernama Frans de Romes yang kini telah berusia 84 tahun.

Melansir dari tempo.co, ia dan sembilan orang temannya direkrut di Rumah Tahanan (Rutan) Maumere.

Kala itu ia sedang menjalani hukuman 12 tahun penjara terkait kasus pembunuhan.

Terhitung sejak bulan Februari 1966, mereka resmi menjadi eksekutor terduga oknum komunis.

Selama kurang lebih empat bulan Frans telah membunuh sebanyak 39 orang.

“Saya membunuh sekitar 39 orang, termasuk 2 anggota keluarga saya sendiri,” kata Frans dilansir dari nasional.tempo.co, Senin (19/9/2022).

Tidak hanya itu, ia juga mendapat perintah dari Komando Operasi (Komop) untuk menggali lubang dan menguburkan korban operasi pembersihan PKI.

Sebagai imbalan mereka akan mendapat Rp150 ribu dan beras sebanyak 25 kg per orang.

Mengaku Tidak Menyesal

ilustrasi algojo 1965

Sumber: tribunnews.com

Menariknya, Frans menegaskan bahwa ia sama sekali tidak menyesali tugasnya sebagai algojo.



Pasalnya, ia melakukan pembunuhan demi menuntaskan tugas negara dan atas arahan langsung dari TNI.

“Ini tugas negara yang harus saya laksanakan. Saya tidak menyesali itu,” tegas Frans lebih lanjut.

Padahal, kehidupannya setelah itu sangat jauh dari kata sejahtera.

Ia hidup miskin dalam sebuah gubuk di salah satu desa Kabupaten Sikka, NTT.

Selain itu, rekan-rekannya ketika menjadi algojo 1965 semuanya sudah wafat terlebih dahulu.

Masyarakat Setempat Bungkam Terkait Tragedi 1965

korban pembantaian pki 1965

Sumber: tribunnews.com

Peran Frans de Romes dalam pembantaian PKI di Sikka ini memang belum banyak diketahui orang.

Ini karena masyarakat setempat sangat tertutup dan enggan membicarakan tragedi berdarah tersebut.

Alasan utamanya adalah kepercayaan lokal “ali-abo, papa kewe” yang masih mereka pegang teguh.

Ini merujuk pada keyakinan bahwa masalah yang sudah selesai secara adat tabu hukumnya untuk mereka buka kembali kepada publik.

Kata “ali” sendiri berarti “menggali” dan “abo” adalah “menutup” atau “menguburkan”.

Sementara kata “papa” berarti “membuka” dan “kewe” adalah “menutup”.

***

Semoga informasi di atas bermanfaat, Property People.

Baca artikel lainnya hanya di Berita 99.co Indonesia.

Kunjungi www.99.co/id dan Rumah123.com yang selalu #AdaBuatKamu untuk menemukan hunian impian.

Tersedia berbagai penawaran properti menarik, salah satunya Podomoro Golf View.



Hanifah

Hanifah adalah seorang penulis di 99 Group sejak tahun 2020. Lulusan Jurnalistik UNPAD ini fokus menulis tentang properti, gaya hidup, marketing, hingga teknologi. Di waktu senggang, ia senang menghabiskan waktu untuk kegiatan crafting dan membaca.
Follow Me:

Related Posts