Berita Berita Properti

Dear Milenial dan Gen Z, Mending Rumah Subsidi atau Komersial?

6 menit

Rasa menyesal dialami Rizki Fakhrullah, pria berusia 33 tahun, ketika membeli rumah pertamanya di kawasan Cibitung, Kabupaten Bekasi. 

Membeli rumah tanpa pertimbangan yang matang membawanya pada sebuah penyesalan yang mendalam.

Rizki yang sehari-hari bekerja sebagai wartawan media nasional di Jakarta tersebut memutuskan membeli rumah subsidi tiga tahun lalu.

Tergiur harga terjangkau dan embel-embel rumah komersial mahal, dia memutuskan membeli rumah subsidi di tengah kondisi ekonominya yang belum mapan.

“Banyak yang bilang rumah makin mahal, karena kepikiran terus akhirnya gue beli rumah subsidi di Cibitung. Tapi, malah kejebak sama keputusan sendiri,” katanya pada 99.co Indonesia.

Penyesalan datang terlambat karena rumah tersebut rupanya tidak sesuai ekspektasi. Alasannya, akibat salah perhitungan.

Bekerja di Jakarta, hampir setiap hari dia pulang malam karena tuntutan pekerjaan sebagai wartawan nasional.

“Lokasi rumah jauh dari tempat kerja. Spesifikasi bangunan kurang bagus. Seharusnya gue nunda beli rumah, seenggaknya nabung dulu lah biar bisa beli rumah komersial di tengah kota-an sedikit,” katanya.

Berbeda dengan Rizki yang menyesal beli rumah subsidi, Wahyu Akbar mengaku sebaliknya.

Berbekal kesabaran waiting list selama 2 tahun, pria 29 tahun tersebut akhirnya memiliki rumah di Gading Tutuka Soreang pada usia yang masih muda.

Pegawai PT Ceres itu memilih rumah subsidi daripada komersial dengan sejumlah pertimbangan.

“Bunganya flat sampai lunas, kalau rumah komersial kan ada bunga floating yang gak tentu naiknya berapa. Kemudian jarak dari rumah ke kantor juga [cuma] sekitar 15 km atau satu jam perjalanan,” tuturnya.

Apa yang dialami Rizki, dialami juga Fajri Ramadhan, pria 34 tahun asal Bandung.

Bedanya, pemilik kantin di salah satu kampus negeri itu menyesal beli rumah komersial karena tidak dipersiapkan dengan matang.

“Dulu ketika usaha lancar, putuskan beli rumah komersial. Seiring waktu, bunga tinggi dan usaha terkena pandemi. Usaha tutup, gak ada pendapatan. Cicilan Rp5 juta dengan bunga 10 persen jalan terus. Untungnya, sempat ngajuin restrukturisasi,” kata dia.

Fajri mengingatkan, bagi siapa pun yang ingin beli rumah komersial, pastikan harus memperhitungkan harga rumah sesuai kemampuan dan kestabilan ekonomi di masa mendatang.

Meskipun dana awal membeli rumah sudah mencukupi, tetapi kesiapan finansial dan dana darurat ketika kondisi keuangan memburuk harus dipikirkan matang-matang.

Mending Rumah Subsidi atau Komersial

Rumah subsidi Wahyu Akbar di Gading Tutuka, Soreang, Jawa Barat

Generasi milenial dan generasi z dihadapkan dua pilihan untuk memenuhi kebutuhan huniannya di masa mendatang: rumah subsidi atau komersial.

Tak jarang, kedua pilihan itu kerap membuat bingung di tengah harga lahan yang tinggi, kenaikan gaji yang tidak sebanding, hingga gaya hidup yang konsumtif.

Hal tersebut dialami Mukti Maulana, pria kelahiran 2000 yang termasuk generasi Z. Dia belum memutuskan pilihannya.

“Mending rumah subsidi atau komersial? Jujur, masih bingung. Belum kepikiran juga. Perumahan subsidi itu katanya lokasinya jauh, kalau komersial harganya makin mahal,” kata Mukti, pegawai swasta di sebuah perusahaan Jakarta.

Pria asal Bandung itu kini tinggal mengontrak di kawasan Jakarta Timur.

Mukti sudah menabung sedikit demi sedikit untuk membeli rumah. Namun, dia juga ingin membeli mobil.

“Jadi, kalau (misalnya pilih) rumah subsidi kan nantinya masih ada sisa [uang] buat beli mobil,” tuturnya. 

Wajar jika sebagian gen z berpikir demikian karena gaya hidup mereka berbeda dengan generasi sebelumnya. 

Menurut Direktur Research & Consultancy Savills Indonesia Dani Indra Bhatara, banyak faktor yang perlu dilihat sebelum memutuskan memilih rumah subsidi atau komersial.

Tidak hanya kemampuan pembayaran atau income, tetapi juga dari preferensi terhadap ukuran hunian, fasilitas, dan lainnya.

“Selain karena opsi mereka [gen z dan milenial] yang lebih banyak, tentunya mereka juga mementingkan aspek lain dari perumahan seperti lokasi, fasilitas, image kawasan, lingkungan, developer, hingga kualitas bangunan,” katanya pada 99.co Indonesia.

Dani mengatakan bahwa rumah subsidi memiliki target pasar yang berbeda dengan rumah komersial karena dikhususkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Oleh karena itu, kata Dani, rumah subsidi cenderung dipilih karena mempertimbangkan kemampuan dalam pembayaran cicilannya.

Lantas, bagaimana dengan seseorang yang sudah siap membeli rumah dan masih bingung memilih rumah subsidi atau komersial?

Ada beberapa hal yang sebaiknya mesti diperhatikan.

Pertama, apakah hunian tersebut untuk investasi atau bukan.

Jika untuk investasi, menurut Dani, maka rumah komersial adalah pilihan yang tepat.

Hal ini karena rumah subsidi hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan tidak bisa dianggap sebagai investasi jangka pendek alias disewakan.

Sementara itu, rumah komersial memang memperbolehkan investor membeli rumah dan disewakan atau dijual kembali. 

“Meskipun demikian, rumah subsidi juga dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang karena tentunya nilai rumah tetap akan naik.” 

Kedua, kualitas bangunan dan lingkungan perumahan subsidi umumnya jauh di bawah perumahan komersial serta sangat terbatasnya fasilitas yang disediakan.

Hal tersebut diakui Wahyu Akbar bahwa rumah subsidi miliknya memang belum sesuai ekspektasi karena model dan kualitas bangunannya standar.

Dari kekurangan tersebut, Dani mengatakan bahwa minat calon pembeli jadi berkurang meskipun pada saat yang sama memiliki kemampuan untuk membeli rumah. 

Ketiga, yang mesti dipertimbangkan adalah kemampuan income dan segala hal yang dapat memenuhi aspek yang dibutuhkan.

“Dalam memilih hunian tentunya akan lebih kompleks dan bukan hanya sekadar pilihan subsidi atau komersial saja,” kata Dani. 

Praktis dan Efisien

mending rumah subsidi atau komersial

Gaya hidup yang cenderung lebih praktis dan efisien membuat para pengembang properti berusaha menyesuaikan hunian sesuai kebutuhan generasi milenial dan gen z.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menyatakan bahwa gaya hidup mereka tidak bisa disamakan dengan generasi sebelumnya.

“Pangsa pasar kalangan milenial dan gen z ini cukup besar, cuma [mereka umumnya] memilih hunian yang praktis dan efisien. Tidak mau yang complicated,” kata dia pada 99.co Indonesia.

Dengan adanya perubahan gaya hidup tersebut, pengusaha asal Surabaya itu mengatakan bahwa pengembang perumahan subsidi atau komersial harus menyesuaikan dengan kondisi saat ini.

Gen z dan milenial juga sudah seharusnya mendapat sosialisasi lebih gencar terkait pentingnya membeli rumah.

Hal ini mengingat gaya hidup mereka yang cenderung memilih mengalokasikan uangnya untuk liburan daripada investasi properti.

“Tetapi milenial sekarang lebih teredukasi, pendapatannya pun sekarang masuk ke kelas menengah,” ujarnya.

Totok juga mewajarkan perihal masih adanya kebingungan ketika dihadapkan pilihan mending rumah subsidi atau komersial.

Namun, ketika seseorang sudah siap beli rumah, pastikan memperhatikan sejumlah hal termasuk ketentuannya.

Contohnya, kata dia, rumah subsidi memiliki persyaratan wajib yaitu berpenghasilan tidak lebih dari Rp8 juta sehingga cicilan rumah lebih terjangkau.

Dengan batasan tersebut, seseorang seharusnya sudah bisa mempertimbangkan beli rumah menyesuaikan kemampuannya. 



Dari sisi biaya, rumah subsidi cenderung lebih ringan karena ada beberapa biaya yang ditanggung oleh pemerintah melalui sejumlah program, termasuk subsidi uang muka dan PPN.

Sementara itu, semua biaya rumah komersial ditanggung sendiri oleh konsumen salah satunya BPHTB.

Harga rumah subsidi juga lebih terjangkau karena ada batasan harga yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020.

Untuk yang termurah, harga rumah subsidi di Jawa (luar Jabodetabek) maksimal Rp150,5 juta, sedangkan Jabodetabek maksimal Rp168 juta.

Lantas, bila gen z dan milenial yang sudah siap secara finansial, lebih baik beli rumah subsidi atau menunggu mereka mapan untuk membeli rumah komersial dengan harga lebih mahal?

Sayangnya, Totok menjawab diplomatis terkait hal tersebut.

Alasannya, dia menyatakan bahwa saat ini kenaikan harga properti dan kenaikan gaji masih berjalan tidak paralel.

Totok menyarankan agar kedua generasi itu sebaiknya tak menunda membeli rumah di tengah kenaikan harga properti setiap tahun.

Dia juga tak menyangkal kalau lokasi perumahan subsidi masih banyak dikeluhkan oleh sebagian konsumen. 

Namun, harga properti di kota yang makin mahal menjadi alasan mereka tetap memilih rumah subsidi.

“Rumah subsidi memang bergeser terus [lokasinya], tapi tetap peminatnya banyak,” tuturnya.

Totok mengatakan bahwa REI tengah menyusun program MBR Plus sebagai solusi hunian praktis untuk milenial dan gen z di masa mendatang.

Hunian tersebut rencananya akan dibangun di dekat kantor atau perusahaan-perusahaan dengan skema awal rent to own sesuai kebutuhan kedua generasi tersebut.

Intinya, MBR Plus akan dibangun dekat kota dengan harga lebih rendah dari rumah komersial pada umumnya. 

Sementara itu, menurut Dani Indra, solusi terhadap kenaikan harga rumah memang menjadi tantangan bagi pengembang. 

Beberapa pengembang mulai memberikan opsi rumah komersial dengan harga yang terjangkau dan memberikan nilai tambah, baik dari image kawasan maupun fasilitas yang ditawarkan. 

“Jadi, calon pembeli mendapatkan harga rumah terjangkau dengan tetap menikmati kelebihan dari rumah komersial. Umumnya, rumah komersial ini memiliki ukuran yang relatif lebih kecil dibandingkan rumah subsidi namun dengan kualitas bangunan dan lingkungan yang lebih baik.”

Pengembangan Kawasan

mending rumah subsidi atau komersial

Bagi Joko Suranto, founder Buana Kassiti Group, membeli rumah memang harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh.

Segala pertimbangan tersebut kemudian harus dipikirkan secara matang.

Gen z dan milenial bisa menyesuaikan referensi huniannya sesuai dengan karakter mereka.

Lagi pula, jika melihat kondisi saat ini, masih banyak milenial dan gen z yang memilih mengontrak rumah meskipun harga sewa tersebut sebenarnya setara dengan cicilan rumah atau uang muka.

Lantas, jika pertanyaannya mending rumah subsidi atau komersial, apa jawaban pengusaha properti tersebut?

Menurut Joko yang sempat viral beberapa waktu lalu karena membangun jalan di Grobogan, dalam memilih hunian, jangan lupa melihat potensi pengembangan suatu kawasan di masa depan.

Seiring waktu, suatu kawasan berpotensi berkembang dan menjadi nilai plus saat tinggal di kawasan tersebut nantinya.

“Contohnya, kita tahu bahwa tahun 2000-an, kawasan Soekarno-Hatta [Bandung] terasa jauh dari pusat kota, tetapi sekarang sudah bagian dari kota,” katanya.

Artinya, gen z dan milenial tak ada salahnya mempertimbangkan rumah subsidi jika lokasi masih jadi alasannya.

Meskipun persepsi di pelosok masih melekat pada hunian tersebut, namun dengan adanya potensi pengembangan kawasan, maka akan mempermudah aktivitas sehari-hari di masa mendatang.

Ke depan, kawasan tersebut berpotensi berkembang seiring dibangunnya mal, sarana transportasi, dan infrastruktur lain seperti halnya di kawasan perumahan komersial.

Lagi pula, setiap pengembang perumahan juga telah menerapkan hunian berimbang sesuai peraturan yang berlaku.

“Rumah subsidi di-mix [dengan komersial] dengan infrastruktur bagus, akses jalan 20 meter. Kita [di Buana Kassiti] ada kawasan komersial, bukan hanya hunian subsidi. Meskipun rumah subsidi berada di belakang kawasan, tetapi pertumbuhannya tinggi,” ujar Joko. 

Terkait pengembangan kawasan, Direktur Savills Dani Indra sepakat bahwa potensi suatu kawasan ke depan terbuka kemungkinan akan berkembang.

Contoh pengembangan kawasan yang berhasil adalah Perumnas Parung Panjang.

Saat awal dipasarkan, menurut dia, perumahan tersebut memang memiliki lokasi yang cukup jauh.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu lokasi tersebut sudah berkembang dan nilai pasar rumah terus meningkat. 

“Awalnya memang jauh dan belum berkembang, tapi sekarang sudah banyak fasilitas dan bahkan sudah ada pengembangan perumahan yang lebih jauh seperti di area Tenjo,” katanya.

Kesiapan Finansial

kesiapan finansial membeli rumah

Berangkat dari berbagai pernyataan tersebut, Principal Consultant & CEO ZAP Finance Prita Ghozie memberikan tips bagi gen z dan milenial.

Hal tersebut disampaikan agar tidak menyesal beli rumah subsidi atau komersial seperti yang dialami Rizki Fakhrullah dan Fajri Ramadhan.

Ini terutama bagi mereka yang masih bingung memilih rumah subsidi atau komersial seperti yang dihadapi Mukti Maulana.

Prita menjelaskan bahwa milenial dan generasi Z di bawah usia 30 tahun yang mampu secara finansial dan usia produktif, sekarang adalah saat yang tepat untuk membeli rumah.

Artinya, seseorang yang sudah mampu secara finansial disarankan memprioritaskan beli rumah daripada harus menunggu mapan terlebih dahulu. 

“Karena menunda membeli rumah hanya akan memperberat dana yang perlu dikumpulkan [di masa yang datang] jika tidak berinvestasi pada instrumen yang memberikan return lebih tinggi daripada kenaikan harga rumah,” katanya pada 99.co Indonesia.

Selain itu, kata Prita, kenaikan harga rumah juga dinilai lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan gaji. 

Meski demikian, persiapan finansial menjadi hal sangat penting saat membeli rumah pertama.

Contohnya, seseorang yang sudah berumah tangga dan akan memiliki buah hati, namun masih tinggal bersama orang tua serta memiliki bujet terbatas, maka rumah subsidi dapat menjadi solusi. 

“Jika ingin membeli rumah serta mobil secara bersamaan, pastikan total cicilan bulanan maksimal 30 persen dari penghasilan atau Rp2,4 juta setiap bulan agar kebutuhan untuk hidup serta berinvestasi dapat terpenuhi juga,” katanya.

Sementara itu, seseorang yang sudah siap secara finansial sebaiknya tidak harus menunggu mendapat gaji lebih tinggi agar bisa membeli rumah komersial.

“Menunggu terlalu lama untuk membeli rumah, akan semakin sulit mengikuti harga pasar rumah tersebut. Alternatifnya, bisa mencari sumber pendapatan lain agar bisa membeli rumah sesuai dengan keinginan,” paparnya.

Dengan segala pertimbangan tersebut, tentunya pilihan mending rumah subsidi atau komersial masih harus melihat berbagai aspek yang luas.

Tidak hanya harga rumah, nilai investasi, dan jarak, akan tetapi kenyamanan dan kesesuaian dengan kebutuhan agar tidak menyesal saat membeli rumah pertama.

Jadi, kira-kira mana pilihan yang tepat dan paling sesuai kebutuhan? Pertimbangkan baik-baik, ya! 

Semoga bermanfaat, Sahabat 99.

Simak informasi menarik lainnya hanya di Berita 99.co Indonesia.

Kunjungi www.99.co/id dan rumah123.com jika kamu sedang mencari rumah impian.

Temukan segala kemudahan dalam mencari hunian karena kami #AdaBuatKamu.

***

Penulis Utama: Ilham Budhiman

Editor: Bobby Agung Prasetyo

Penanggung Jawab: Elmi Rahmatika

Tim Penulis:

Artikel ini merupakan rangkaian liputan khusus Tim Berita 99.co Indonesia yang termuat dalam 99 Property Magazine Edisi 04: Jalan Panjang Menuju Rumah Impian.



Ilham Budhiman

Content Editor
Lulusan Sastra Daerah Unpad yang pernah berkarier sebagai wartawan sejak 2017 dengan fokus liputan properti, infrastruktur, hukum, logistik, dan transportasi. Saat ini, fokus sebagai penulis artikel di 99 Group.
Follow Me:

Related Posts