Pernahkah Anda bertanya-tanya apakah anak angkat mendapat warisan? Pertanyaan ini sering kali muncul dalam diskusi mengenai hak-hak anak angkat. Mari kita bahas secara mendalam mengenai status hukum anak angkat dalam hal warisan.
Pembahasan mengenai hak anak angkat, terutama mengenai pembagian harta keluarga selalu jadi sorotan.
Sejatinya orang tua tidak akan membedakan hak anak angkat mereka atas harta yang dimiliki, baik itu berbentuk uang, harta tak bergerak seperti rumah dan tanah, serta lainnya.
Orang tua mana pula yang tega membiarkan anaknya kelak hidup tak berharta, tapi begitu mereka pun tidak boleh menutup mata akan hukum waris yang berlaku di Indonesia.
Apakah Anak Angkat Mendapat Warisan?
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) maupun aturan hukum agama Islam yang lazim digunakan untuk menjelaskan soal waris, disebutkan bahwa anak angkat tidak termasuk dalam daftar ahli waris seseorang.
Menurut Pasal 852 ayat 1 KUHPerdata, ahli waris ialah
Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekali pun mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek, atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan antara laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dulu.
Sementara itu berdasarkan Pasal 171 huruf C Kompilasi Hukum Islam (KHI), ahli waris dijabarkan sebagai:
Adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Dari kedua pasal di atas, ditekankan bahwa ahli waris merupakan mereka yang memiliki hubungan darah/sedarah dengan pewaris.
Inilah dasar hukum yang menegaskan bahwa anak angkat tidak bisa dikatakan sebagai ahli waris.
Lalu, apakah orang tua angkat tidak boleh memberikan harta warisan mereka sebagai pemenuhan atas hak anak angkat yang dicintainya?
Tentunya hal ini tetap bisa dilakukan!
Hibah dan Wasiat Waris untuk Anak Angkat
Ada dua cara yang dapat ditempuh orang tua untuk memberikan pemenuhan hak anak angkat mengenai harta waris.
Cara tersebut ialah dengan memberikan hibah sesuai KUHPer maupun KHI atau wasiat.
Hibah
Hibah merupakan praktik yang sudah lazim dilakukan untuk memberikan benda atau harta tertentu dari penghibah pada penerima hibah.
Sementara itu, hibah yang dilakukan antara orang tua angkat dengan anak angkat, lazimnya disebut sebagai hibah wasiat.
Menurut Pasal 957 KUHPerdata, hibah wasiat ialah
Suatu penetapan wasiat yang khusus dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu seperti misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.
Pemberian hibah wasiat sebagai pemenuhan hak anak angkat terhadap harta waris harus dilakukan secara adil.
Maksudnya, bila pemberian hibah tersebut memiliki nilai yang terlalu besar sehingga mengurangi hak dari ahli waris sah, maka nominalnya harus dikurangi.
Di sisi lain, apabila orang tua angkat yang merupakan penghibah telah mewasiatkan ketentuan lain, pemberian harta berjumlah besar dapat dilakukan.
Pengaturan mengenai hal ini telah tertuang pada Pasal 972 KUHPerdata yang menyebutkan:
Apabila warisan tidak seluruhnya atau untuk sebagian diterimanya, atau apabila warisan diterimanya dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan, dan yang ini tidak mencukupi guna memenuhi akan segala wasiat, maka hibah-hibab itu dalam keseimbangan dengan besarnya, harus dikurangi, kecuali yang mewariskan tentang hal ini, telah menetapkan ketentuan-ketentuan lain dalam surat wasiatnya.
Syarat Memberikan Hibah Harta Waris pada Anak Angkat
Hibah merupakan pemberian yang bersifat sukarela.
Biarpun begitu, pemberiannya pun harus dilakukan dengan melibatkan pejabat yang berwenang untuk membuat akta hibah.
Sebelum membuat akta hibah, pejabat yang berwenang akan meminta surat persetujuan pemberian hibah dari calon ahli waris penghibah, dalam hal ini ialah orang tua angkat.
Bila orang tua angkat memiliki anak kandung, maka ialah yang akan dimintai surat persetujuan. Namun, jika tidak, maka saudara sedarah penghibahlah yang menjadi pihak terminta.
Surat persetujuan tersebut pun harus dilegalisir oleh notaris.
Wasiat
Hak anak angkat terhadap harta orang tua angkatnya pun telah diatur dalam aturan Islam yang tertuang pada HKI yang disebut sebagai wasiat wajibah.
Pemenuhan hak anak angkat terhadap harta orang tua angkat dalam hukum Islam sebenarnya tidak memerlukan wasiat lisan maupun tertulis.
Ketika orang tua angkat meninggal, maka anak angkat wajib diberikan wasiat wajibah yang besarnya tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan.
Hal ini pun dijelaskan pada Pasal 209 ayat 1 HKI yang berbunyi
Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat, diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Sebagai catatan, sebelum harta tersebut diberikan pada anak angkat, hak dari para ahli waris yang sah harus diberikan terlebih dulu.
Apakah Anak Angkat Wajib Membayar Utang Orang Tua Angkat?
Melansir dari KUHPerdata, jika pewaris meninggal dunia, ahli waris berhak mendapatkan harta warisan, baik itu utang maupun piutangnya.
Artinya, ahli warislah yang wajib membayar utang pewaris, kecuali jika ahli waris menolak warisan yang dinyatakan secara tegas di kepaniteraan pengadilan negeri.
Lalu, merujuk pada hukum Islam, Pasal 175 KHI menjelaskan bahwa salah satu kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah menyelesaikan utang-utang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban maupun penagih piutang.
Adapun tanggung jawab ahli waris terhadap utang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
***
Semoga informasi di atas bermanfaat untukmu, ya.
Temukan berita menarik seputar properti, hunian, hingga gaya hidup di www.99updates.id.
Ikuti juga Google News kita agar tidak ketinggalan ragam informasi terkini.
Tak lupa, kunjungi www.99.co/id dan temukan hunian impianmu #SegampangItu!