Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membantah bahwa alih fungsi lahan sawah semakin mudah dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja. Kementerian ATR/BPN pun mengklaim UU tersebut memperketat izin alih fungsi sawah.
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang, mengatakan bahwa alih fungsi sawah sudah terjadi sebelum UUCK terbit.
“Hal itu kurang pas, sebenarnya alih fungsi lahan sawah sudah banyak terjadi sebelum UU Cipta Kerja berlangsung,” ucap Budi dikutip dari laman Kementerian ATR/BPN, Kamis (25/2/2021).
Alih Fungsi Lahan Sawah Lebih Sulit
Menurut Budi Situmorang, dengan adanya UU Cipta Kerja, perizinan untuk alih fungsi sawah tidak bisa asal dan harus melalui proses perizinan yang panjang.
Selain itu, kini alih fungsi sawah juga hanya diperbolehkan untuk kepentingan umum dan pembangunan yang sejalan dengan program strategis nasional (PSN).
Jika ada pihak yang tidak mematuhi persyaratan untuk alih fungsi lahan sawah, harus siap dengan konsekuensi berupa denda hingga sanksi pidana.
“Dalam UU Ciptaker dilakukan sanksi administrasi salah satunya membongkar (bangunan yang dibangun di lahan sawah) dan paling berat pidana…
…Itu ultimatum paling akhir kalau tidak bisa lagi baru kita pidana atau ada korban manusia seperti bencana alam yang ada di Sumedang, ini ada 40 orang meninggal, itu akan kami lakukan forum pidana nanti, sanksi pidana,” ujar Budi, dikutip dari detik.com, Rabu (24/2/2021).
Budi juga mengatakan, peraturan detil mengenai alih fungsi lahan terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU Ciptaker.
Dalam PP tersebut, disebut mengenai zona mana yang bisa dialihfungsikan, zona mana yang boleh tetapi dengan batas tertentu, dan zona mana yang tidak boleh dialihfungsikan sama sekali.
“Jadi tidak boleh dia (asal alih fungsi lahan), oke sudah terjadi (sudah terbangun), kalau begitu ya either kami bongkar karena di dalam tata ruang dimungkinkan dia dibongkar,” katanya.
Lahan Sawah yang Tidak Bisa Dialihfungsikan
Lebih lanjut, Budi menjelaskan, bahwa kritera lahan sawah yang bisa dialihfungsikan juga ditetapkan dalam UU Ciptaker dan turunannya.
1. Lahan Sawah Premium
Salah satu jenis lahan sawah yang tidak boleh dialihfungsikan sama sekali adalah lahan sawah premium.
Hal ini dikarenakan keberadaan lahan sawah premium berdampak pada lahan-lahan sawah lain atau lingkungan sekitarnya.
Maka dari itu, jika lahan tersebut dialihfungsikan, tentu berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan dan lahan sawah lainnya.
2. Lahan Sawah Produktivitas Tinggi
Jenis lahan sawah kedua yang tidak boleh dialihfungsikan adalah lahan sawah dengan produktivitas tinggi.
Standar ketinggian produktivitas yang dimaksud adalah tanah yang produktivitasnya mencapai 6 ton per hektare dan indeks penanamannya bisa lebih dari dua kali dalam satu tahun.
“Kalau itu kita menolak. Karena kalau itu terjadi ya kita nanti habis produktivitas tinggi lahannya subur, irigasinya ada, nanti tidak ada gunanya semua,” ujarnya.
Luas Lahan Sawah Terus Berkurang
Melansir Kompas.com, luas tanah sawah di Indonesia terus menurun.
Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, luas lahan sawah pada 2011 mencapai sekira 8,1 juta hektare.
Kemudian, turun menjadi 7,75 hektare pada tahun 2013 dan menyusut lagi menjadi 7,1 juta hektare pada 2018.
Rata-rata perubahan alih fungsi lahan sawah setiap tahunnya mencapai 100 ribu hingga 150 ribu hektare.
Budi Situmorang mengatakan bahwa dengan adanya penetapan zonasi, diharapkan dapat mengendalikan alih fungsi lahan tanpa mengganggu produktivitas lahan sawah di Indonesia.
***
Semoga artikel ini bermanfaat untuk Sahabat 99 ya!
Jangan lewatkan informasi menarik lainnya di portal Berita 99.co Indonesia.
Kamu sedang mencari apartemen di Jakarta Selatan?
Bisa jadi Kuningan City adalah jawabannya!
Cek saja di 99.co/id untuk menemukan apartemen idamanmu!